Tiga
Tahapan Berfikir Manusia
Oleh: Roinal Rois Al Kalim
TAHAP I
Manusia membuka jendela dunia
inderawinya,dan tertangkaplah beragam fenomena keindahan dan kesempurnaan di
seisi alam semesta…termasuk kedalam kesempurnaan itu adalah beragam fenomena
keserba tertataan dan keserba teraturan dari tiap wujud yang ada di alam
semesta itu,termasuk wujud manusia - makhluk yang melata di daratan - yang
beterbangan di udara serta yang berkeriapan di dalam air.
Bila manusia adalah tak lebih
dari makhluk yang tak berakal maka ceritera ini mungkin akan berhenti hingga
sampai disitu,bila manusia adalah tak lebih dari makhluk yang tak berakal maka
semua hal hanya akan berhenti sampai sebatas segala suatu yang tertangkap oleh
dunia inderawi nya, dan kebenaran tertinggi pun akan diproklamirkan sebagai :
‘kebenaran empirik’.
TAHAP II
Tetapi masalahnya adalah manusia
itu adalah makhluk yang di karuniai akal,sehingga semua persoalan yang singgah
dalam fikiran manusia berarti tidak akan berhenti sampai di sebatas segala
suatu yang tertangkap oleh dunia panca inderawi nya belaka, tetapi semua yang
tertangkap oleh dunia inderawi nya itu akan di olah - di rekonstruksi atau akan
di abstraksi kan oleh akal nya untuk menjadi konsep - rumusan yang
rasional-yang bisa ditangkap dan difahami oleh cara berfikir akal.
Sebagai contoh : manusia melihat
beragam keserba tertataan dan keserba teraturan di alam semesta termasuk wujud
bentuk fisik manusia-hewan yang melata di daratan-ikan ikan yang berkeriapan di
lautan serta burung burung yang beterbangan di udara, maka akal nya akan mulai
berfikir tentang sesuatu (yang bersifat abstrak) dibalik semua keserba tertatan
dan keserba teraturan yang tertangkap oleh dunia inderawi itu, sesuatu yang
abstrak yang membuat semua ketertataan itu menjadi ada -eksis, lalu lahirlah konsep
tentang ‘sang desainer’.
(Jadi akal mulai menjangkau
dunia abstrak yang tidak terjangkau oleh dunia indera, walau baru sebatas
‘permukaan’,dimana penelusuran akal ke dunia abstrak itu menghasilkan rumusan
‘kebenaran rasional’…)
Beberapa orang ateis-materialist
yang suka mendahulukan curiga dan prasangka sering beranggapan negatif bila
orang beriman mengajukan argumentasi tentang ‘sang desainer’ di balik keserba
tertataan yang ada di alam semesta,mereka beranggapan argument demikian itu
hanya sebagai ‘anggapan’ yang di ada ada kan oleh fikiran orang beriman.padahal
itu belum berarti merupakan argumentasi iman tetapi yang pasti adalah hanya
baru merupakan argumentasi akal ..
Tidak percaya (?) mari kita uji
coba dengan gambaran berikut :
Dari tengah rimba hutan amazon
keluarlah manusia manusia primitive yang belum mengenal konsep Tuhan-agama
tetapi kemudian mereka menemukan benda benda hasil desain manusia yang tercecer
: ransel - teropong - jam tangan - radio - perahu kano dlsb. dan secara insting
akal mereka seolah memberitahu bahwa itu semua adalah hasil desain manusia dan
karena itu mereka segera menyebar untuk mencari cari pemilik benda itu.
Kecuali para monyet…yang
menemukan semua benda hasil desain manusia itu tadi mereka mungkin hanya akan
memain mainkannya,artinya karena mereka tak ber akal maka mereka tidak akan
berfikir tentang : siapa sang desainer benda benda yang memiliki konstruksi
yang tertata - beraturan itu ? …dan karena itu mereka tidak akan mengejar
ngejar untuk mencari pemilik nya.
TAHAP III
Setelah manusia menangkap
beragam wujud di alam semesta dengan dunia inderawi nya dan membuat beragam
rumusan berupa konsep konsep dengan akal nya maka cukupkah perjalanan berfikir
manusia mencari kebenaran berhenti hingga sampai disitu ? cukupkah manusia
berhenti sebatas penangkapan dan perumusan oleh akal lalu memproklamasikan
‘kebenaran rasional’ sebagai ‘kebenaran tertinggi’?
Bagi orang yang tidak memiliki
hati nurani atau tidak menggunakan nurani nya untuk berfikir, bagi mereka
mungkin ‘kebenaran empirik’ atau ‘kebenaran rasionalistik’ adalah merupakan
bentuk kebenaran ‘tertinggi’,tetapi tentu tidak bagi orang yang memiliki hati
nurani dan menggunakan hati nurani nya itu untuk berfikir.mereka akan berfikir
secara lebih dalam lagi untuk mencari ‘yang tertinggi’-‘yang terdalam’-‘yang
bersifat essensial’ -‘yang hakiki,sebab itu sebagai contoh, mereka akan
memikirkan secara lebih mendalam semua yang telah terumuskan oleh akal,misal
mereka akan memikirkan : apa - siapa sang desainer itu ? … apa maksud tujuan
sang desainer dengan semua yang diciptakannya itu ?
RUMUSAN AKHIR :
Itulah fitrah estafet berfikir
manusia mulai dari dunia indera hingga ke hati,hingga berakhir pada ‘keyakinan’
yang tersimpan secara permanen dalam hati.sebab hati adalah muara tempat
penyimpanan akhir seluruh aktifitas dunia indera dan akal.
Dan semua yang saya uraikan
diatas adalah fitrah berfikir manusia yang alami. tentu saja bagi orang yang
dunia indera - akal dan hati nurani nya hidup secara keseluruhan.
Jadi bisa dikatakan dunia indera
menangkap lapisan ‘permukaan’ - akal menangkap lapisan pertengahan dan hati
nurani menangkap lapisan terdalam - essensi - hakikat.
Dengan kata lain secara
hierarkis manusia berfikir mulai dari dengan menggunakan pengalaman dunia
inderawi nya - kemudian dengan menggunakan (logika) akalnya dan lalu dengan
menggunakan hati nya, walau dalam kenyataan semuanya saling berkelindan -
saling merajut dalam menghadapi beragam problematika.
Dengan argument diatas mudah
mudahan tak ada lagi vonis - stigma negative terhadap orang yang beriman,sebab
orang beriman justru orang yang memaksimalkan seluruh potensi peralatan
berfikir yang ada dalam dirinya mulai dari dunia indera hingga hati nurani
nya,dan mendalami ilmu mulai dari ilmu yang bersifat permukaan seperti ilmu
dunia empirik hingga ke bentuk ilmu yang berbicara tentang essensi - hakikat
dan hikmat dari segala suatu yang ada dan terjadi.
Orang beriman tidak memenjarakan
akal dan nurani nya dalam penjara dunia indera - dalam penjara dunia
materialistik sebagaimana kaum materialist yang terpenjara oleh dunia indera
dan dunia alam materi sehingga mereka cenderung ‘buta’ terhadap essensi -
hakikat dan hikmat terdalam dari segala suatu yang ada dan terjadi.
Dengan penjelasan diatas kita
juga bisa meraba susunan hierarkis derajat ilmu dan kebenaran antara kebenaran
empirik - kebenaran rasionalistik dan kebenaran hakiki.sebab dalam pandangan
Tuhan ilmu dan kebenaran itu tidaklah ‘datar’ melainkan secara derajat tertata
dalam susunan yang hierarkis...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar