Sabtu, 02 November 2013

kebutuhan manusia terhadap agama


KEBUTAHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA


MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengantar studi islam
Dosen pengampu : Drs. Zainul Arifin, M.Ag




Disusun oleh :

Teti Safitri                 (134411004)
Muthiatun al Abidah   (134411005)
Ahmad Muthohar        (134411006)

Kelas : tasawuf & psikoterapi / TP G

FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG

2013

    
                                                               
I.                   PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dibanding dengan makhluk lain, secara fisik maupun spirit, jasmani maupun rohani. Manusia diberi petunjuk (hidayah) oleh Allah SWT. Berupa petunjuk indra (hidayah al-hawas), instuisi (wujdan), akal (‘aql), dan agama (din). Hidayah-hidayah tersebut diharapkan dengan mendukung pengembangan diri manusia secara utuh. Dan juga petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, Al-quran dan hadis, tampak amat ideal dan agung.
  Manusia  mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionaltas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Rasa takut terhadap sesuatu itu menjadikan manusia beragama.
2.      Rumusan Masalah
a.       Pengertian Agama?
b.      Latar Belakang Perlunya Agama Terhadap Manusia?
c.       Doktrin Kepercayaan Agama?











II.                PEMBAHASAN

A.    Pengertian Agama
Secara etimologi, agama berasal dari dua kata, a = tidak dan gama = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara trun-menurun. Hal tersebut menunjukkan pada salah satu fungsi agama, yaitu diwarisi turun temurun, dari generasi kegenerasi. Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, kekuasaan, atau kecenderungan. Agama juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan Tuhan.[1]
Menurut pendapat lain, agama berasal dari bahasa latin yaitu religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan tuhan. 
Selanjutnya pengertian agama secara terminology, Taib thahir Abdul Mu’in mengemukakan definisi agama suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya didunia dan diakhirat.[2]
B.     Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama
1.      Latar Belakang Fitrah Manusia
Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut dapat pula di analisis dari istilah insan yang digunakan al quran untuk menunjukkan manusia.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi agama yaitu pada manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.
Musa asyari menyampaikan bahwa manusia insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Manusia insane secara kodrati sebagai ciptaan tuhan yang sempurna bentuknya dibandingkan dengan ciptaan tuhan lainnya yang sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya.
Sebagian hipotesis mengatakan bahwa agama adalah produk rasa takut. Seperti rasa takut manusia dari alam , dari gelegar suara guruh yang menggetarkan , dari luasnya lautan dan dari debur ombak yang menggulung serta gejala-gejala lainnya. Sebagai akibat dari rasa takut ini terlintaslah agama dalam benak manusia.
Beberapa hipotesis tersebut telah banyak di buktikan kegagalannya oleh para ahli karena dasar hipotesis tersebut adalah pemikiran manusia yang terbatas, sedangkan agama yang benar datang dari yang Maha Tidak Terbatas, yaitu Tuhan.
Hipotesis tersebut sekedar menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi beragama, namun potensi tersebut jika tdak di arahkan akan keliru hasilnya . Hal ini tidak berarti akal manusia tidak ada manfaatnya, melainkan menunjukkan bahwa dalam hal beragama akal saja tidaklah cukup.
Semantara itu, Alixis Carel, salah seorang pemenang hadiah Nobel, berpendapat bahwa do’a merupakan gejala keagamaan yang paling agung bagi manusia, karena pada kedaan itu jiwa manusia terbang melayang kepada tuhan. Lebih lanjut ia mengatakan, adakalanya manusia, pada beberapa keadaan ruhaniyahnya, merasakan kebesaran dan keagungan ampunan Tuhan. Selanjutnya Enstein mengatakan adanya bermacam-macam kejiwaan yang menyebabkan pertumbuhan agama. Demikian pula bermacam-macam factor telah mendoronh berbagai kelompok manusia untuk berpegang teguh pada agama.[3]
2.      Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga memiliki kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan sempurna, namun diperoleh pula manusia berpotensi positif dan negatif, sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada kebaikan.
Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain sebagainya, Karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.
3.      Tantangan Manusia
Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang dating dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia dengan sengaja ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Jadi upaya mengagamakan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat mampu menghadapi tantangan baik dari luar maupun dari dalam.
C.     Doktrin-Doktrin Kepercayaan Agama
Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan.[4]
Adapun doktrin didalam agama antara lain:
Ø   Doktrin utama dalam agama Yahudi;[5]
·         Percaya kepada Allah pencipta langit bumi dan seluruh alam semesta, dan Dia adalah Allah yang kekal.
·         Percaya bahwa Musa adalah nabi yang menerima hokum Allah dan diutus untuk melayani umat Allah, bangsa Israel, yang disebut kaum
Yahudi.
·         Percaya dan menantikan datangnya Mesias yang akan menyatakan kerajaan Allah, dan bahwa Dia pasti akan datang pada waktunya.
Ø   Doktrin utama dalam agama Budha:[6]
·         Tentang realita penderitaan, bahwa di dalam hidup manusia tidak dapat menghindari realita penderitaan.
·           Tentang penyebab adanya penderitaan.
·           Tentang cara manusia dapat mengakhiri penderitaan hidup di dunia ini adalah meniadakan, membebaskan diri dari semua keinginan, hasrat dan perasaan yang ada dalam diri manusia.
·           Tentang jalan kelepasan dari penderitaan setelah memadamkan hasrat diri dan keinginan tersebut, manusia melangkah ke dalam perjalanan menuju nirwana.
Ø   Doktrin utama dalam agama Islam:[7]
·         Iman dan kewajiban
Menjadi pemeluk Islam, haruslah sungguh-sungguh tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dengan menyatakan imannya hanya kepada Allah yang Maha Esa dan melakukan hokum-hukumNya.
·         Shari’at
Hukum Islam berasal dari Allah, yang merupakan bagian utama dalam kehidupan umat Islam, dimana didalamnya mengatur hubungan manusia baik dengan sesama manusia maupun Tuhan.
·         Rukun Iman
Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rosul, Hari akhir, Takdir Allah
·         Rukun Islam
Shahadat, Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji.

III.             PENUTUP
KESIMPULAN

1.      Agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang dimana keyakinan tersebut dianggap yang paling benar
2.      Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh generasi kegenerasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat .
3.      Dalam diri manusia sudah terdapat potensi beragama, potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
4.      Adanya kelemahan dan kekurangan manusia serta tantangan yang harus dihadapi juga menjadi factor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama.
5.      Setiap agama mempunya doktrin-doktrin yang dianggap sebagai prinsip utama yang harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut.
6.      Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip - prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin.


                                           
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pres
Syukur, Amin. 2002. Pengantar Studi Islam. Semarang: Pustaka Nuun
Aminuddin, dkk. 2005. Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia
Pranata Santoso, Magdalena.2009. Filsafat Agama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka




[1] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 12
[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2005), hal.14
 [3] Ibid., hal.22

[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 211

[5] Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal. 39

[6] Ibid., hal.44
[7] Ibid., hal.54


Tidak ada komentar:

Posting Komentar